x

Iklan

Tiara Amanda Jullet Harahap

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Desember 2022

Jumat, 9 Juni 2023 19:08 WIB

Toleransi Menurut Perspektif Enam Agama Resmi di Indonesia

Semua agama mengajarkan untuk menjauhi hal-hal yang buruk dan mendekati segala hal yang baik, salah satunya adalah memiliki sifat toleransi. Kita sebagai umat manusia diwajibkan mengimani dan meneladani ajaran agama (masing-masing). Setiap kita berpegang teguh pada prinsip agama, menjauhi hal-hal yang buruk dan mendekati segala hal yang baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada dasarnya manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. Manusia juga merupakan makhluk sosial, di dunia ini tidak ada satu manusia yang dapat hidup sendiri sehingga penerapan sikap toleransi diperlukan.

Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa latin ‘Tolerare’ yang artinya sabar dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai akan perbedaan pendapat, pandangan, serta kepercayaan kepada antar sesama umat manusia.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

KORELASI ANTARA TOLERANSI DENGAN AGAMA

            Bagi Negara Indonesia penerapan sikap toleransi sangatlah  penting untuk diperhatikan, mengingat negara ini memiliki perbedaan yang beragam, mulai dari suku, ras, sampai keyakinan beragama, dari itu juga telah ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi atau dasar demi mencegah terjadinya tindakan-tindakan diskriminatif.

            Toleransi dalam konteks beragama adalah sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan agama yang ada dalam kehidupan, contoh toleransi dalam beragama adalah dengan menghormati hak setiap orang untuk memilih agamanya serta memberikan ruang bagi mereka untuk menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing

 

TOLERANSI DALAM AGAMA ISLAM

Toleransi atau “Tasamuh” menurut Islam merupakan sikap terpuji dalam bersikap dimana antar manusia saling menghargai dalam batas-batas yang digariskan oleh Islam. Tidak ada penyebutan kata 'toleransi' dalam Al-Qur'an namun secara eksplisit Al-Quran menjelaskan konsep toleransi dengan batasan- batasan yang sangat jelas dan gamblang. Oleh karena itu, penjelasan ayat-ayat tentang toleransi dapat dijadikan pedoman dalam membina sebuah kerukunan hidup atau toleransi antar umat.

قُلْ اَتُحَاۤجُّوْنَنَا فِى اللّٰهِ وَهُوَ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْۚ وَلَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْۚ وَنَحْنُ لَهٗ مُخْلِصُوْن ۙ

Katakanlah: 'Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati" QS. al-Baqarah (2]: 139.

Salah satu bentuk toleransi dalam Islam yang terkait dengan kebebasan beragama adalah tidak cepat-cepat menghukum kafir kepada orang yang masih menyisakan sedikit celah untuk disebut sebagai umat muslim. Imam Malik  adalah imam kedua dari imam empat dalam islam dari segi umur beliau lahir 13 tahun sesudah Abu Hanifah. Beliau mengatakan, orang yang perbuatan dan pernyataannya mengarah kepada kekufuran dari sembilan puluh sembilan arah, tetapi masih menyisakan keimanan walau dari satu arah, maka dihukumi sebagai orang beriman.

Dari kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat istiadat, budaya, bahasa serta agama. Ini merupakan fitrah dan sunatullah yang sudah menjadi ketetapan Allah Swt. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah SWT dalam Qs Al-Hujurat ayat 13 يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ yang artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertaqwa diantara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar.”

Umat muslim tidak akan bisa menolak sunatullah ini. Dengan demikian, sudah selayaknya untuk mengikuti petunjuk Allah SWT. Dalam menghadapi perbedaan-perbedaan tersebut penerapan sikap toleransi antarumat beragama termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam sistem teologi Islam, karena Allah Swt sudah mengajarkan pada kita cara untuk menghadapi keragaman yang memang tidak bisa dipungkiri, yaitu dengan menerima perbedaan sebagai nikmat atau rahmat. Artinya perbedaan itu sebagai suatu berkah, karena dengan perbedaan itu kita bisa saling mengenal, membantu, bahkan menguji argumentasi tanpa melihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat istiadat.

Namun tetap harus berhati-hati, selalu ingat batasan dan harus bisa membedakan antara sikap toleransi dan sikap sinkretisme. Sinkretisme adalah membenarkan semua keyakinan/agama, hal ini sangat dilarang dalam Islam karena termasuk sifat musyrik. Allah Swt berfirman :  اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ “sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah SWT hanyalah Islam”. (QS Ali-Imron:19).

Jadi dalam Agama Islam toleransi bukanlah fatamorgana atau bersifat semu, namun toleransi memiliki peran dasar yang kuat dan salah satu karakter sikap utama yang harus dimiliki umat muslim.

 

TOLERANSI DALAM AGAMA KRISTEN

Hidup umat kristiani tidak diatur oleh keberuntungan atau kebetulan, melainkan oleh kehendak Tuhan Allah. Tuhan mengizinkan interaksi dan keterlibatan antara orang percaya dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Menganggap toleransi sebagai salah satu bentuk kasih yang mana kasih merupakan hal yang paling mendasari dari segalanya pada ajaran Kristen. 

 

Pada Alkitab tertulis bahwa menjadi dasar dan pedoman bagi umat  kristiani hidup bertoleransi dengan orang-orang beragama lain. Tertulis dalam Yakobus 1: 5 dan 2:8 TB :

  • Akan tetapi, jikalau kamu menjalankan hukum utama yang tertulis dalam Kitab Suci: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, kamu berbuat baik .” (Yakobus 2:8 TB)
  • “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, --yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit--,maka hal itu akan diberikan kepadanya.” (Yakobus 1:5 TB)

Umat kristiani dituntut untuk selalu menunjukkan sikap toleransi sejati dengan mencari hikmat dari Allah sebelum berbicara maupun bertindak dengan orang atau sekelompok orang  yang tidak sepaham dengan dirinya. Dengan demikian, kita sebagai orang kristen harus menjadi orang yang bisa hidup bertoleransi dan rukun dengan kelompok-kelompok yang berbeda keyakinan/agama lain.

 

TOLERANSI DALAM AGAMA KATOLIK

“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. (Matius 22:37-40)

Ajaran resmi Gereja Katolik tak jauh berbeda dengan ajaran Agama Kristen, seperti yang kita ketahui bahwa kedua ajaran ini memiliki akar yang sama secara khusus sama-sama mengimani Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus dan keduanya juga mengutamakan hukum kasih, di mana toleransi merupakan salah satu penerapan dari bentuk kasih itu sendiri.

Gereja Katolik memandang seluruh umat manusia sebagai saudara. Dasar ajaran Katolik menempatkan Tuhan Allah dan umat manusia dalam dimensi vertikal Tuhan Allah dan manusia, sekaligus dimensi horizontal manusia dengan manusia. Menurut ajaran agama ini tidaklah bertakwa dan berbakti pada Tuhan Allah apabila tidak menjalankan tali kasih dengan sesama manusia. Toleransi merupakan salah satu sikap benar dalam menghadapi keberbedaan, dengan menjalin tali kasih untuk hidup berdampingan, saling menjaga dan memelihara kerukunan. Hal tersebut perlu diimplementasikan dalam perbuatan seorang umat katolik.

Tuhan Yesus sendiri mengamanatkan agar menjadikan kasih sebagai roh yang menghidupkan dalam bersosialisasi pada kehidupan umat-Nya yang mana bunyinya  “Jadilah garam dan terang dunia yang mencipta suasana kasih diantara mereka yang berbeda iman dan keyakinan.” Tidak ada kedamaian serta kerukunan yang akan tercipta ketika kasih hanya sebatas teori namun tidak betul-betul diimplementasikan.

Salah satu contoh dari ajaran gereja Katolik mengenai semangat kerukunan dan toleransi yaitu sebagai berikut:

Adagium Extra Ecclesiam Nulla Salus, yang mana merupakan makna di luar gereja tidak ada keselamatan. Namun, setelah Konsili Vatikan II, gereja Katolik sangat menghargai agama dan keyakinan lainnya.

Dalam hal ini, Romo Prof. Dr. Frans Magnis Suseno menulis di dalam karya bukunya yang berjudul “Iman dan Hati Nurani”, secara khusus dalam bab “Apa Makna Dialog Antar Agama“ menjelaskan bahwa Katolik sangat menghargai agama-agama lain. Ia juga mengatakan bahwa Konsili Vatikan II menyatakan dengan jelas bahwa orang di luar umat katolik, dapat diselamatkan apabila mereka berusaha hidup menurut suara hati mereka (lumen gentium 16).

“Sebab mereka yang tanpa kesalahannya sendiri tidak mengenal Injil Kristus serta gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.”

 

TOLERANSI DALAM AGAMA BUDDHA

Pandangan-pandangan yang mendukung toleransi, kedewasaan, dan kerukunan antar agama dalam konteks Agama Buddha. Agama Buddha mengajarkan pentingnya menghargai dan menghormati agama-agama lain serta kemampuan untuk hidup berdampingan dengan penganut tradisi dan ajaran yang berbeda.

Sejarah perkembangan agama Buddha menunjukkan sikap Buddha Gotama yang hati-hati dan bijaksana dalam menerima pengikut baru. Sebagai contoh, kasus Jenderal Siha yang mengajukan permohonan untuk menjadi pengikut Buddha. Meskipun ada keinginan orang lain untuk mengumumkan kedatangan jenderal yang terkenal ini, Buddha menganjurkan agar Siha mempertimbangkan keputusannya dengan seksama. Hal ini menunjukkan sikap keteladanan Buddha yang tidak memaksakan kehendaknya pada orang lain dan mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan mereka.

Kisah Upali, seorang hartawan yang diutus oleh guru agama Hindu Zaina untuk berdialog dengan Buddha, juga menunjukkan sikap toleransi dan kesabaran Buddha. Meskipun Upali tertarik dengan ajaran Buddha, Buddha menyarankan agar ia tidak terburu-buru dalam memutuskan dan mempertimbangkan keputusannya dengan bijak. Buddha tidak ingin orang bergabung dengan agamanya hanya karena dorongan nafsu atau emosi, tetapi harus dengan pengertian yang mendalam.

Dalam konteks sejarah, Raja Asoka di India merupakan contoh lain dari penguasa Buddha yang menekankan toleransi, cinta kasih, dan kerukunan antaragama. Dekrit Asoka yang terkenal menekankan pentingnya menghormati agama lain, memberikan bantuan bagi agama-agama lain, dan menghindari penghinaan terhadap agama lain. Raja Asoka memandang toleransi, kerukunan, dan kerjasama antar agama sebagai jalan untuk kemajuan agama sendiri dan keselamatan agama lainnya.

Di Nusantara sendiri, contohnya pada zaman kedatuan Sriwijaya dan keprabuan Majapahit, terlihat adanya toleransi dan kerukunan antaragama. Agama Buddha menjadi pandangan kerohanian rakyat Sriwijaya, sementara Majapahit mengakui agama Hindu Siwa dan Buddha sebagai pandangan hidup rakyatnya. Hal ini mencerminkan keberagaman agama dan keberadaan persatuan dalam masyarakat Nusantara pada masa itu.

Jadi secara keseluruhan, pandangan-pandangan tersebut menunjukkan bahwa agama Buddha menganjurkan toleransi, penghargaan terhadap agama lain, dan kemampuan hidup berdampingan dengan penganut tradisi dan ajaran yang berbeda. Prinsip-prinsip ini penting dalam membangun harmoni dan kerukunan dalam masyarakat yang multikultural.

 

TOLERANSI DALAM AGAMA HINDU

Toleransi menurut Agama Hindu mengacu pada sikap saling menghormati, mengakui, dan memahami keberagaman keyakinan agama dalam bermasyarakat. Prinsip-prinsip toleransi agama Hindu didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci Hindu, seperti Veda, Upanishad, dan Bhagavad Gita. Beberapa aspek penting tentang toleransi agama dalam konteks Hinduisme meliputi:

  1. Ahimsa, konsep ahimsa dalam Hinduisme menekankan pentingnya menghindari kekerasan dan merawat semua bentuk kehidupan. Ahimsa mencakup toleransi terhadap keyakinan dan praktik agama orang lain tanpa menggunakan kekerasan atau memaksakan pandangan agama sendiri.
  2. Pluralisme Agama, sifat yang inklusif dan terbuka terhadap berbagai tradisi dan kepercayaan agama. Hinduisme mengakui adanya beragam jalan spiritual dan menghargai kontribusi dari agama-agama lain dalam mencapai pemahaman yang lebih luas tentang Tuhan.
  3. Sama Bhava, prinsip menghormati semua agama dan keyakinan dengan cara yang sama. Hinduisme mengajarkan bahwa semua agama memiliki nilai dan tujuan spiritual yang sama dalam mencapai kebenaran tertinggi. Oleh karena itu, Hinduisme mendorong umatnya untuk memperlakukan penganut agama lain dengan rasa hormat dan persamaan.
  4. Saling Memahami, memahami dan menghargai keyakinan, praktik, dan tradisi agama lain. Hinduisme mendorong penganutnya untuk belajar dari pengalaman agama lain dan berdialog secara terbuka untuk memperkaya pemahaman spiritual mereka.
  5. Festival Bersama, banyak festival dan perayaan yang melibatkan masyarakat Hindu dari berbagai kelompok sosial dan agama. Festival-festival ini sering menjadi kesempatan untuk memperkuat ikatan sosial antar agama, mempromosikan toleransi, dan menghormati keberagaman agama.

Penting untuk diingat bahwa prinsip-prinsip toleransi agama dalam Hinduisme dapat bervariasi tergantung pada tradisi, budaya, dan interpretasi agama yang berbeda. Namun, dalam banyak kasus, toleransi agama merupakan nilai yang kuat yang terkait erat dengan ajaran dan praktik Hinduisme.

 

TOLERANSI DALAM AGAMA KONGHUCU

Agama Kung Fu Tze/ Ji Kau atau biasa disebut di Indonesia dengan Agama Konghucu, yang bermakna agama daripada kaum yang lembut hati, yang beroleh bimbingan atau terpelajar. R.E. Hume, Ph.D. di dalam The World’s Living Religions edisi 1950 halaman 108, sistem ajaran Konghucu itu mengenal pengajuan terhadap Maha Agung (Supreme Being), pemujaan terhadap kodrat-kodrat Maha Agung itu beserta pemujaan terhadap arwah nenek moyang (Ancestors Worship), dan juga tatatertib kebaktian. Sebab itulah ajaran ini dengan perkembangan penafsiran belakangan, termasuk kepada ajaran keagamaan (Joesoef, t.t).

Sedangkan di dunia Barat Konghucu dengan sebutan Konfusianisme ini dipandang sebagai agama karena memiliki ajaran tentang mitologi, tata cara peribadatan dan kelompok keagamaan, yakni para pengikutnya terutama di daratan Cina. Ajaran seperti ini diterima oleh penduduk Cina karena sesuai dengan kondisi bangsa Tiongkok yang cenderung  menggunakan kepercayaan terhadap hal yang gaib, yakni roh-roh nenek moyang/leluhur. Hal ini relevan dengan doktrin metodologi dalam agama. Sangat menjunjung tinggi etika serta upacara dalam hidup bermasyarakat (M. Bahri Ghazali, 1994). 

Dijelaskan pada isi Wu Chang yang mana adalah 5 pedoman kehidupan ajaran Agama Kong Hu Cu, pedoman ini merupakan hasil dari rumusan tokoh agama yang bernama Dong Zhong Shu. 

Berikut merupakan isi daripada Wu Chang :

  1. Ren-Cinta, sifat manusia yang paling mulia nterhadap moralitas, cinta kasih, kebajikan, kebenaran, tahu diri, halus budi pekerti, tenggang rasa, perikemanusiaan.
  2. Yi–Kebenaran/Keadilan/Kewajiban merupakan sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas serta membela kebenaran. Bila Ren sudah ditegakkan, maka sifat Yi harus ada pula.
  3. Li–Kesusilaan/Kepantasan yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang beradab, sopan santun, tata krama, dan budi pekerti. Pada mulanya sofat ini hanya dikaitkan dengan perilaku yang benar dalam upacara keagamaan, namun selanjutnya diperluas hingga ke adat-istiadat dan tradisi dalam masyarakat.
  4. Zhi–Bijaksana yaitu sifat yang bijaksana dan penuh pengertian. Konghucu merangkaikan munculnya kebijaksanaan seseorang dengan menjadi sabar dalam mengambil tindakan, penuh persiapan, melihat jauh ke depan, serta memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
  5. Xin– Dapat dipercaya yaitu sifat yang selalu percaya diri, dapat dipercaya orang lain, dan senantiasa amanah atau selalu menepati janjinya.



KESIMPULAN

Semua agama mengajarkan untuk menjauhi hal-hal yang buruk dan mendekati segala hal yang baik, salah satunya adalah memiliki sifat toleransi. Kita sebagai umat manusia diwajibkan untuk mengimani dan meneladani ajaran agama (masing-masing)  dalam kehidupan yang mana artinya berpegang teguh pada prinsip agama, menjauhi hal-hal yang buruk dan mendekati segala hal yang baik.

 

SARAN

Terdapat beberapa saran yang bisa ditarik dari kesimpulan di atas, sebagai berikut:

  1. Menggali pengetahuan tentang toleransi antar umat beragama agar lebih memahami bagaimana perbuatan-perbuatan baik dan dapat menciptakan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.
  2. Harmonisasi antar umat beragama. Menjalin komunikasi yang baik, dan saling tolong menolong apabila ada yang kesusahan agar tercipta suasana yang harmonis di tengah-tengah masyarakat.
  3. Tidak hanya memahami tapi juga menerapkan konsep kerukunan agar dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

 REFERENSI

https://www.bible.com/id/search/bible?query=yakobus%201%3A5 

https://alkitab.mobi/ayt/Yak/1/5/ 

https://alkitab.sabda.org/bible.php?book=da&chapter=1

https://www.whatchristianswanttoknow.com/what-does-the-bible-say-about-tolerance-a-christian-study/ 

https://www.merdeka.com/quran/al-hujurat/ayat-13 

https://kalam.sindonews.com/ayat/19/3/ali-imran-ayat-19 

https://obormedia.com/product/iman-dan-hati-nurani/ 

https://bhayangkari.or.id/artikel/toleransi-dalam-buddhisme/

https://bhayangkari.or.id/artikel/toleransi-dalam-agama-hindu/

Ikuti tulisan menarik Tiara Amanda Jullet Harahap lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler