x

Ilustrasi Sastra. Karya Mohamed Hassan dari Pixabay.com

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Selasa, 20 Juni 2023 13:15 WIB

Catatan Tentang Sastra Daring

Sastra Indonesia sudah memasuki era internet. Banyak karya sastra di berbagai platform seperti Facebook dan Whattsapp. Ada juga beberapa situs web. Berikut catatan singkat saya tentang perkembangan kekinian sasra daring.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Catatan Tentang Sastra Daring

 

Bambang Udoyono

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Saat ini di berbagai wag yang saya ikuti banyak beredar cerbung yang saya kira bajakan.  Entah dari mana dan bagaimana caranya membajak saya tidak tahu.  Di hampir semua wag yang saya ikuti saat ini edar cerbung dari para penulis Indonesia dari berbagai generasi dan genre.  Ada tiga genre yang mendominasi yaitu silat/kekerasan, horor dan kisah cinta.  Cerita silat dan kisah cinta sudah mendominasi literasi Indonesia sejak jaman kuno sampai hari ini.  Kadang ada karya yang kombinasi keduanya, jadi ada konflik dengan kekerasan yang dibumbui roman percintaan. 

 

Sejak jaman Ramayana genre kombinasi ini sudah dikenal.  Hubungan antara Sinto versi Jawa dengan Rahwono alias Dosomuko ditafsirkan, oleh sebagian orang paling tidak, sebagai perselingkuhan.  Di sana tidak ada paksaan. Tidak ada perkosaan.   Sinto yang sendirian di hutan bertemu Rahwono juga sendirian kemudian Sinto melangkahi garis yang sudah dibuat Lesmono adalah metafora. Garis yang dia langgar adalah moralitas. 

 

 

Tapi cerita klasik wayang sudah tidak banyak digemari.  Hanya ada satu wag yang saya ikuti yang menayangkan cerita wayang, itupun tidak rutin.  Di banyak wag cerita silat yang banyak beredar antara lain karya SH Mintardja.  Ada beberapa judul seperti Nagasasra dan Sabuk inten, Pelangi di langit Singosari dll.  Buat saya Nagasasralah yang paling berkesan di antara semua karya Mintardjo.  Api di bukit menoreh awalnya cukup menarik tapi lantas sangat panjang dan sangat membosankan sehingga sudah tidak saya ikuti lagi.

 

Kisah cinta dan perselingkuhan selalu ada di sepanjang jaman. Sejak Illiad dan Odissey karya Homerus di jaman Yunani kuno sampai hari ini masih terus ditulis orang.  Tidak sedikit yang lantas difilmkan seperti Helen of Troy berdasarkan karya Homerus tersebut. 

 

Meskipun kedua genre tersebut masih terus digemari sebenarnya sedikit saja unsur barunya.  Paling yang bisa digarap oleh penulis adalah unsur settingnya, atau waktu dan tempat.  Memang ini bisa menjadi bumbu tapi sejatinya unsur lainnya tetap saja polanya.  Barangkali benar ungkapan dalam bahasa Inggris nothing is new under the sun.

 

Tapi belum lama ini di Indonesia ada sebuah genre baru yaitu memoir alias catatan kehidupan yang menginspirasi.  Diawali oleh Laskar Pelangi yang best seller lalu disusul Negri Lima Menara.  Keduanya berpola mirip.  Mereka mengisahkan perjuangan penulisnya menggapai cita cita sampai terkabul.  Jenis ini agak beda dengan (auto) biografi.  Bedanya tokohnya tidak harus pemimpin, presiden, perdana mentri dsb. Tokoh utamanya adalah orang biasa, bahkan dari latar belakang yang prihatin.  Justru di sinilah letak nilainya.  Dengan kisah tersebut mereka memberi inspirasi  bagaimana mengatasi berbagai kendala dalam hidupnya sehingga mencapai sukses dalam pendidikan.

 

Tahun lalu ada satu lagi karya memoir yang menarik sekali buat saya.  Menariknya karya ini awalnya bukan buku.  Ada seorang alumi UGM yang menuliskan memoirnya di FB group Kagama.  Karyanya yang ditayangkan berseri di sana berjudul The Story of Gondes lalu disambung dengan Gondes forever.  Karya ini mendapat sambutan sangat hangat dari banyak sekali anggota group tersebut sehingga sekarang sudah diterbitkan oleh Kagama dan langsung habis. 

 

Karya Nursodik Gunardjo ini lumayan spesial buat saya karena saya menemukan sesuatu yang baru.  Apanya yang baru?  Gaya bahasanya.  Dia memakai gaya bahasa conversational alias percakapan yang terasa akrab, enteng dan sangat mudah dipahami.  Gayanya juga humoris, tapi tidak melecehkan orang lain. Dia justru mentertawakan dirinya sendiri.  Selain itu dia banyak sekali memakai idiom bahasa Jawa seperti njuwowos dsb.  Di sinilah kekuatannya. Jadi terasa akrab dengan banyak orang.  Tapi di sinilah juga kelemahannya. Idiom dan setting itu sangat nJawani sehingga mungkin membuat orang non Jawa merasa asing.  Karya ini memang paling pas, paling akrab untuk orang Jawa atau yang paham bahasa Jawa.

 

Cerita ini juga menginspirasi karena dia berlatarbelakang orang desa, bahkan desanya agak terpecil meskipun di Jawa Tengah.  Sampai sekarang dia juga bukan pemimpin di tingkat nasional tapi kisahnya yang sudah membuktikan bahwa sukses bisa juga diraih anak desa sungguh bisa menginspirasi orang banyak.  Ceritanya bukan impian, bukan fiksi tapi kisah nyata seorang anak desa mengatasi banyak kendala mulai dari lokasi terpencil, terbatasnya fasilitas dsb sehingga dia mampu menjadi doktor alumi UGM. Memang masih banyak orang lebih hebat dari dia tapi keunggulannya adalah jalan hidup yang dia lalui sangat biasa, artinya sangat lazim dialami orang Indonesia lain.  Jadi bisa ditiru. Dia bukan superman yang punya kemampuan jauh di atas manusia normal.  Dia hanya manusia biasa, dalam setting biasa tapi mampu memaksimalkan potensi dan mengatasi kendala. Inspirasi itulah barangkali sesuatu yang bisa dia berikan untuk orang lain selain hiburan dari gaya bahasanya yang humoris.

 

Semoga kelak semangkin banyak penulis yang mampu menginspirasi masyarakat Indonesia agar semangkin maju Indonesia kita.     

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu