x

Forum Group Discussion IPB yang keempat

Iklan

Yudha Kurniawan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 Agustus 2023

Sabtu, 2 September 2023 10:39 WIB

Urgensi Transisi Energy Berkeadilan untuk Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam

Penerapan teknologi co-firing berdampak serius terhadap kehidupan masyarakat, terutama yang berada di dalam atau di sekitar PLTU dan mereka yang menggunakan teknologi co-firing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pidato utamanya secara online pada dialog B20-G20: Satuan Tugas Energi, Keberlanjutan, dan Iklim mengatakan Indonesia telah memilih transisi energi sebagai salah satu prioritas Presiden G20 dan berupaya memastikan transisi energi dapat berlangsung secara adil, tertib, dan terjangkau.

Terkait transisi energi, Indonesia berkomitmen untuk mencapai net zero emisi pada tahun 2060. Melalui peran kepemimpinannya di G20 pada tahun 2022, Indonesia berperan dalam mengembangkan Bali Common Prinsip untuk mempercepat transisi energi bersih (COMPACT). Sebuah referensi. pedoman atau prinsip untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan transisi energi.

Selain itu, Menteri Hartarto juga menyampaikan bahwa peralihan ke sumber energi ramah lingkungan dapat menciptakan jutaan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan mendorong transfer teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup juga keterampilan tenaga kerja, khususnya di negara-negara berkembang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Untuk mempercepat transisi energi, pemerintah terus mendorong semangat penggunaan energi terbarukan, terutama dengan meningkatkan penggunaan limbah biomassa sebagai bahan bakar campuran (co-firing) di pabrik-pabrik pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pendekatan ini akan mempercepat transisi energi di Indonesia.

Apa itu teknologi "co-firing"? Co-firing merupakan teknik penggantian PLTU berbahan bakar batubara dengan biomassa dalam perbandingan tertentu, biasanya dilakukan dengan membakar kedua material tersebut secara bersamaan. Sumber biomassa yang digunakan bisa bermacam-macam, seperti wood pellet, serbuk gergaji, cangkang sawit, sampah atau limbah.

Menurut Ridwan Djamaluddin (General Manager Mineral dan Batubara (Minerba), seperti dilansir dalam website cabang energi baru terbarukan dan konservasi energi, penggunaan teknologi co-firing menegaskan komitmen Indonesia dalam mempercepat emisi net zero (NZE) pada tahun 2060, khususnya sejauh ini. PLTU merupakan salah satu penyumbang utama emisi CO2.

Teknologi co-firing menggunakan biomassa untuk menggantikan sebagian batubara untuk pembakaran di boiler pembangkit listrik. Biomassa ini dapat diperoleh dari berbagai bahan baku seperti limbah kehutanan, perkebunan, atau pertanian yang dapat mengurangi emisi gas metana akibat penguraian limbah biomassa itu sendiri.

Di sisi lain, penerapan teknologi co-firing berdampak serius terhadap kehidupan masyarakat, terutama yang berada di dalam atau di sekitar PLTU dan mereka yang menggunakan teknologi co-firing. Aliansi Energi Bersih (Polar) Jawa Barat menyebut pembakaran bersama biomassa merupakan salah satu trik untuk memperpanjang umur PLTU. Klaster Jawa Barat menolak teknologi co-firing karena dianggap sebagai solusi palsu untuk menurunkan emisi dan hanya tipuan untuk memperpanjang umur PLTU. Hal tersebut diungkapkan Amalya Reza Oktaviani dari Trend Asia saat memaparkan isu biomass co-firing sebagai pemanfaatan perkebunan untuk energi (HTE) dan menyebabkan deforestasi.

Mengapa mengadopsi teknologi ini merupakan suatu tipuan? Lebih lanjut Amalya menjelaskan, pembakaran serentak, merupakan proses penggantian batu bara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan produk biomassa seperti wood pellet, serbuk gergaji atau serbuk gergaji kayu, bahan bakar turunan limbah (RDF), sekam padi, cangkang sawit, dan lain-lain. Faktanya, penggantian bahan bakar dengan biomassa pada teknologi pembakaran simultan hanya menyumbang 10%, sisanya 90% menggunakan batu bara sebagai energi utama.

Selain itu, penerapan teknologi “co-firing” memiliki dampak serius bagi masyarakat sekitar area PLTU. Amalya saat menjadi pemantik dalam acara FGD yang bertema “Urgensi Transisi Energy Berkeadilan untuk Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam yang Diselenggarakan di IPB” dalam paparannya menagaskan bahwa teknologi tersebut bedampak pada berbagai bidang kehidupan seperti kesehatan, pertanian, kelautan/perikanan, menghasilkan limbah, dan dapat meningkatkan deforestasi. Dalam bidang kesehatan misalnya, hasil riset WALHI yang dilakukan di desa-desa terdekat dengan PLTU 1 Indramayu dan PLTU Sukabumi menunjukkan bahwa setelah kegiatan pembangkitan listrik efektif berjalan, gangguan kesehatan masyarakat, seperti infeksi saluran pernapasan (ISPA), sakit mata, serta gatal-gatal meningkat.

Di bidang pertanian, Amalya juga menyampaikan bahwa teknologi co-firing berdampak terhadap pertanian, antara lain menurunnya produktivitas pertanian contohnya hasil panen padi di Indramayu, yang sebelumnya hasil panen padi rata-rata 9 ton turun menjadi 4 ton/ha. Demikian juga dengan sayur-sayuran yang cenderung sulit tumbuh. Sedangkan di bidang perikanan/kelautan, kini masyarakat nelayan semakin sulit untuk bisa menangkap rebon (udang kecil).

Belum lagi polusi yang dihasilkan akibat penerapan teknologi co-firing, masyarakat nelayan di sekitar PLTU Indramayu dan PLTU Pelabuhan Ratu menyatakan bahwa udara kini menjadi semakin buruk, warga masyarakat sering kali melihat abu pekat hitam yang keluar dari cerobong PLTU setelah co-firing.

Mengingat fakta-fakta di atas, apakah mungkin untuk mencapai transisi energi yang adil dan berkelanjutan serta menghindari kerusakan sumber daya alam? Sekalipun transisi energi ramah lingkungan tidak dapat terjadi dengan sendirinya, bagaimana transisi energi yang adil dan berkelanjutan dapat dicapai? Merupakan tantangan bersama bagi semua sektor (stakeholder) yaitu pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk dapat mencapai transisi energi yang adil, efisien, dan berkelanjutan serta mencegah kerusakan sumber daya alam.

Penulis: Asyikin dibahasakan ulang oleh Yudha Kurniawan (IPB, 31 Agustus 2023)

Sumber:

  1. Bahan presentasi (PPT) - Urgensi Transisi Energy Berkeadilan untuk Pencegahan Kerusakan Sumber Daya Alam
  2. https://bandungbergerak.id/article/detail/15213/co-firing-biomassa-akal-akalan-memperpanjang-umur-pltu
  3. https://ebtke.esdm.go.id/post/2022/08/30/3238/akselerasi.transisi.energi.co-firing.biomassa.di.pltu.jadi.teknologi.pilihan
  4. https://ekon.go.id/publikasi/detail/4496/menko-airlangga-transisi-energi-harus-dipastikan-dapat-berjalan-adil-teratur-dan-terjangkau#:~:text=%E2%80%9CTransisi%20ke%20sumber%20energi%20ramah,berkembang%2C%E2%80%9D%20tutur%20Menko%20Airlangga.
  5. https://www.cnbcindonesia.com/research/20230523104004-128-439715/bisa-kurangi-emisi-pltu-batubara-apa-itu-co-firing

Ikuti tulisan menarik Yudha Kurniawan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler